Gebrak Senden (Tradisi Jawa Setelah Melahirkan)
Gebrak
senden merupakan salah satu tradisi
atau kebudayaan yang ada di daerah Jawa, gebrak senden ini adalah
tradisi yang dilakukan oleh seseorang setelah melahirkan. Tradisi ini merupakan
tradisi turunan dari nenek moyang yang di wariskan kepada turun-temurunannya hingga
kini. Namun tradisi ini sudah mengalami perubahan-perubahan, karena adanya
perkembangan ajaran agama Islam. Sehingga dalam pelaksanaannya disisipi dengan
ajaran Islam di dalamnya.
Ketika
seorang wanita telah melahirkan maka terlebih dahulu ia diharuskan melakukan
mandi wiladah (mandi besar setelah melahirkan), mandi wiladah ini
merupakan ajaran yang diajarkan dalam agama islam. Setelah melakukan mandi
wiladah kemudian melakukan Wuwung (pembasuhan muka dengan mata terbuka),
tujuan dilakukannya wuwung ini adalah agar mata seseorang yang setelah
melahirkan tidak buram, akibat peningkatan sel darah putih atau leukosit.
Wanita yang telah melahirkan juga di anjurkan menggunakan bengkung (Korset)
yang dililitkan di perut dan menggunakan rok Jarik agar rahim yang
semula melebar karena hamil bisa tertata dan rapat kembali, pengunaannya selama
36 hari.
Sedangkan
Senden merupakan tidur yang dilakukan oleh wanita setelah melahirkan,
senden ini berarti tidur dengan posisi bersandar selama 36 hari, dengan tujuan
mencegah peningkatan sel darah putih. Saat bersandar kaki si wanita setelah
melahirkan ini juga di beri pancatan (ganjal sebagai pijakan kaki) yang
terbuat dari bata atau sebagainya agar mencegah terjadinya varises
(pelebaran pembuluh darah balik/vena yang mengakibatkan tonjolan pembuluh darah
pada permukaan kulit daerah betis yang menimbulkan rasa pegal dan nyeri pada
betis). Karena dengan tidur senden mereka percaya bahwa darah putih
tidak akan meningkat dan bisa mencegah nyeri pada betis.
Selain
cara tidur, wanita yang setelah melahirkan juga memiliki banyak aturan-aturan
yang harus dilakukan seperti tentang lauk makan, mengambil jemuran pakaian,
membuang air bekas mandi bayi dll. mereka tidak diperbolehkan makan telur ayam,
dan daging ayam karena telur ayam dan daging ayam dipercaya dapat memperlambat
proses pengeringan luka pada vagina. Dan mereka di haruskan untuk memakan
makanan dari sayuran lawar atau sayuran yang hanya di rebus saja. Ketika
mengambil jemuran baju tidak diperbolehkan untuk mengambil saat terik matahari
karena dapat menyebabkan air asi panas untuk diminum bayi, dan juga saat
membuang air bekas mandi si bayi haruslah dengan cara perlahan-lahan karena
jika tidak si bayi akan gelagepan / geragapan.
Gebrak
merupakan tradisi selamatan bagi bayi
yang berumur seminggu atau sudah putus tali pusarnya, serta untuk
memberikan nama kepada bayi maka dibuatkan among-among yang berupa nasi,
kulupan (sayuran diberi parutan kelapa), sayur tahu, sayur kluweh/keluwih,
iwel-iwel (makanan dari ketan yang didalamnya diberi gula merah), cabuk katul (makanan yang
berasal dari buah kluwak/kepayang), pelas (makanan dari kedelai yang
dikukus dengan parutan kelapa), cakar ayam, sayap ayam, yang diletakkan pada
lemper (cobek dari tanah liat). Bayi diletakkan di atas tempat tidur dan among-among
di letakkan di sampingnya sebagai saksi pemberian nama bayi, kemudian dukun
bayi memanjatkan do'a dan mengucapkan nama bayi lalu menggebrak tempat tidur 2
kali dengan tujuan agar si bayi tidak mudah kaget. Lalu acara ini bisa
dilanjutkan dengan genduren (mengundang para tetangga laki-laki untuk
berdoa bersama) dan bisa juga di barengi dengan Aqiqah bayi (pengurbanan
hewan dalam syariat islam sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah atas lahirnya
bayi). Namun acara genduren dan Aqiqah ini tergantung pada si tuan rumah ingin
mengadakan atau tidak.
Seiring
berkembangnya zaman, tradisi ini mulai perlahan-lahan di lupakan dan
ditinggalkan. Meski apabila kita lihat lagi ada sebagian manfaat yang bisa di ambil
dari tradisi ini. Walaupun ada juga tradisi yang di rasa tidak bisa di terima
oleh akal. Namun suatu hal pastilah ada sisi baik dan ada sisi lemahnya.
Sehingga alangkah baiknya kita meyikapi sebuah tradisi dengan pemikiran yang
tidak kolot, yaitu dengan tetap melestarikan tradisi yang dirasa dapat memberikan kebaikan pada
diri kita dan meninggalkan tradisi yang menyimpang dari ajaran agama. Karena
pada dasarnya tradisi merupakan ciri khas yang kita miliki dan telah melekat
pada kehidupan kita.
Oleh
Nama : Isro' Zainu Ilma (1888201031)
Matkul : Sastra Daerah
Prodi : Pendidikan Bahasa Indonesia
Komentar
Posting Komentar